Rabu, 15 Juni 2011

KONJUNGTIVITIS TRAKOMATOSA (TRACHOMA)



A.    Definisi Penyakit dan Agen Penyebab Penyakit
Trakoma adalah suatu bentuk konjungtivitis folikular kronik yang disebabkan oleh virus golongan P.L.T (psitacosis lymphanogranuloma trachoma) yang disebut Chlamydozoa Trachoma (chlamis  berarti matel dan zoa berarti binatang). Penyakit ini dapat mengenai semua umur tetapi lebih banyak pada orang muda dan anak-anak. Daerah yang banyak terkena adalah semenanjung Balkan. Ras yang banyak terkena ditemukan pada Ras Yahudi, penduduk asli Australia dan Indian Amerika.
Trachoma adalah penyakit infeksi yang dapat menyebabkan kebutaan bagi penderitanya. Penyakit ini disebabkan oleh tersebarnya bakteri Chlamydozoa Trachoma di tempat-tempat yang kualitas sanitasinya buruk dan kualitas air yang tidak adekuat. Bakteri-bakteri ini kemudian tersentuh oleh tangan manusia, menempel di tubuh lalat, atau tempat-tempat lain yang nantinya mengontaminasi mata orang yang sehat. Infeksi oleh bakteri ini dapat menyebabkan munculnya jaringan parut  pada kornea mata. Pada awalnya, terbentuk reaksi  infeksi inflamasi pada bagian kelopak atas. Reaksi inilama-kelamaan membuat kelopak mata mengerut dan menyempit. Kelopak yang membentuk jaringan parut ini lama-kelamaan semaki ke dalam hingga pada akhirnya menutupi kornea. Ketika kornea tertutupi jaringan parut maka si penderita mulai mengalami kebutaan. Dalam setiap kedipan mata, bulu mata akan menggaruk kornea dan membuat penderita menderita. Kondisi ini disebut trichiasi.
Reservoir penyakit ini adalah manusia. Cara penularanmelalui kontak langsung dengan discharge yang keluar dari mata yang terkena infeksi atau dari discharges nasofaring melalui jari atau kontak tidak langsung dengan benda yang terkontaminasi, seperti handuk, pakaian, alat-alat kecantikan dan benda-benda lain yang dicemari discharge nasofaring dari penderita. Lalat, terutama Musca sorbens di Afrika dan Timur Tengah dan spesies jenis Hippelates di Amerika bagian selatan, ikut berperan pada penyebaran penyakit.. Masa inkubasi rata-rata 7 hari (berkisar antara 5 sampai dengan 14 hari). Masa penularanberlangsung selama masih ada lesi aktif di konjungtiva dan kelenjar-kelenjar adneksa maka selama itu penularan dapat berlangsung bertahun-tahun. Konsentrasi organisme dalam jaringan berkurang banyak dengan terbentuknya jaringan parut, tetapi jumlahnya akan meningkat kembali dengan reaktivasi dari penyakit dan terbentuknya discharge kembali. Penderita tidak menular lagi 1-3 hari setelah diberi pengobatan dengan antibiotika sebelum terjadinya perbaikan gejala klinis.

B.      Faktor yang Mempengaruhi Timbulnya Penyakit
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya penyakit dan persebarannya yang meluas. Beberapa di antaranya adalah:
1.      Kualitas sanitasi dan air
2.      Personal hygiene
3.      Kemiskinan
4.      Kepadatan penduduk

Faktor utama yang mempengaruhi persebaran penyakit adalah kualitas sanitasi dan personal hygene manusia. Hal ini karena penyakit ini sebagian besar ditularkan lewat pajanan manusia-manusia atau lewat lalat sebagai vektor. Seseorang penderita trachoma memiliki peluang sangat besar dalam menularkan penyakit ini. Ketika ada salah satu bagian tubuhnya, tisu, atau sapu tangan yang digunakan untuk menyapu matanya maka pada saat itu juga bakteri berpindah dari sumber (mata penderita) ke media perantara (tangan, tisu, sapu tangan). Ketika ada orang yang bersalaman dengan tangan yang telah mengandung bakteri chlamidia kemudian dia menggunakannya untuk mengucek matanyapadahal dia belum mencuci tangannya maka pada saat itu juga penyakit mulai menyebar.
Lingkungan yang sanitasinya tidak terjaga memungkinkan lalat untuk berkembang biak dengan baik. Lalat dapat menjadi vektor trachoma. Lalat dapat hinggap di mata penderita. Agen yang menempel di tubuh lalat akan dibawanya ke tempat lain,misalnya tempat penampungan air, tangan orang yang sehat, atau bahkan langsung hinggap di mata orang yang sehat. Agen kemudian tersentuh oleh tangan orang sehat. Jika orang tersebut personal hygienenya kurang terjaga maka ia akan menggunakan tangannya yang tadinya dihinggapi lalat dan mengucek matanya. Pada saat itu agen mulai tersebar di orang yang baru. Hal yang sama akan terjadi lewat tisu atau saputangan yang terpajan, air, dan sebagainya.

C.    Perjalanan Penyakit
Jika terjadi invasi kuman,bakteri maupun virus maka akan terjadi reaksi di dalam jaringan tersebut diantaranya infiltrasi, eksudasi, nekrose dan pembentukan jaringan parut. Reaksi ini di dapat juga di konjungtiva dan kornea jika virus trakoma memasuki jaringan ini. Yang penting untuk mendirikan diagnosa trakoma adalah pemeriksaan:
  1. Konjungtiva palpebra superior, dimana terlihat prefolikel dan sikatrik
  2. Konjungtiva forniks superior, dapat terlihat folikel dan sikatrik
  3. Kornea 1/3 bagian atas, dimana terlihat infiltrat, neovaskularisasi, folikel, herbet’s pits
Trakoma merupakan konjungtivitis menahun, yang disertai dengan hipertrofi papilar, infiltrasi sel darah putih dalam konjungtiva, yang menyebabkan timbulnya folikel, prefolikel dengan infiltrat dan neovaskularisasi di kornea.
R  Prefolikel (PF) merupakan bercak bulat, kecil menonjol, jernih, di konjungtiva tarsalis superior dan merupakan kumpulan limfosit dan sel plasma yang letaknya subepitel. Prefolikel bukan merupakan stadium awal dari folikel. Prefolikel tidak dapat besar.
R  Folikel (F) tampak sebagai tonjolan yang jernih, lebih besar dari prefolikel, kadang-kadang ada pembuluh darah di atasnya. Ini merupakan kumpulan sel limfosit dan sel plasma disertai nekrose subepitel. Folikel terdapat di konjuntiva forniks atau di 1/3 atas lombus kornea. Stroma skera dan kornea bersambungan. Bagian stroma sklera mungkin ada yang menonjol ke bagian stroma kornea. Bagian ini dinamakan lonula dari Millet. Pada tempat ini dapat timbul folikel yang tertutup oleh konjungtiva. Bila kemudian folikel ini diresorpsi, maka timbul bekas pada tempat ini yang disebut Herbert Periferal Pits.
Harus dapat dibedakan antara folikel trakoma dan non trakoma.
Folikel Trakoma
Folikel Non Trakoma
- mudah pecah
- kalau pecah timbul sikatrik
- terutama di dapat di konjungtiva forniks superior
- sama besar seperti butiran sagu
- tak mudah pecah
- tak menimbulkan sikatrik
- terutama di konjungtiva fornik inferior
- tidak sama besar

R  Papil, bukan tanda khas dari trakoma, oleh karena dapat terjadi peradangan pada konjungtiva lainnya. Bila ada papil, konjungtiva palpebra tampak seperti beludru dengan titik merah. Hal ini desebabkan karena adanya hipertrofi epitel, sehingga sel epitel menjadi lebih besar, sampai permukaan epitel menjadi berkelok-kelok. Di tengah-tengahnya terdapat bintik merah, oleh karena adanya neovaskularisasi dai bawahnya, yang berjalan tegak lurus, bercabang-cabang di ujujngnya dan sejajar permukaannya. Di dalamnya terdapat infiltrasi sel limfosit, di bawah epitel.
Dilihat dari atas bentuknya poligonal, dengan pembuluh darah di tengah-tengahnyabercabang. Diantarannya terdapat kripta. Di antaranya terdapat kripta, pada tempat mana berkumpul sisa-sisa metabolisme dari sel epitel. Kemudian atasnya tertutup, sehingga merupakan pseudokista, ini dapat mengeras dan terbentuklah litiasis konjungtiva (post trakomatous deposit PTD)
R  Sikatrik, berasal dari folikel atau prefolikel. Tampak sebagai garis-garis yang sejajar dengan margo palpebra, yang disebut garis artle. Kadang bercabang. Sikatriks ini biadanya halus sehingga sukar dilihat, peeriksaan harus dilakukan dengan teliti. Kadang garisnya panjang dan lebar, kadang berupa bintang.
R  Panus, berarti tirai. Terdiri dri infiltrat dan neovaskularisasi. Harus diukur dalam mm. Panus dibedakan menjadi 2 macam:
o   Panus aktif: terdiri dari infiltrat dan neovaskularisasi
o   Panus non aktif: hanya berdiri dari neovaskularisasi saja, infiltrat di kornea berupa keratitis pungtata epitel dan sub epitel. Dengan ter fluresin terlihat hijau pada tempat ini.

D.    Stadium Konjungtivitis Trakomatosa
Menurut Mac Callan, konjungtivitis trakomatosa berjalan melalui 4 stadium:
R  Stadium I, insipien (hiperplasi limfoid): terdapat hipertrofi papil dengan folikel yang kecil-kecil pada konjungtiva tarsus superior, yang memperlhatkan penebalan dan kongesti pada pembuluh darah konjungtiva. Sekret yang sedikit dan jernih bila tidak ada infeksi sekunder. Kelainan kornea sukar ditemukan tetapi kadang-kadang dapat ditemukan neovaskularisasi dan keratitis epitelial ringan.
R  Stadium II, established: terdapat hipertrofi papiler dan folikel yang matang (besar) pada konjungtiva tarsus superior. Pada stadium ini ditemukan pannus trakoma yang jelas. Terdapat hipertrofi papil yang berat yang seolah-olah mengalahkan gambaran folikel pada konjungtiva superior. Pannus adalah pembuluh darah yang terletak di daerah limbus atas dengan infiltrat.
R  Stadium III, parut: terdapat parut pada konjungtiva tarsus superior yang terlihat sebagai garis putih yang halus sejajar dengan margo palpebra. Parut folikel pada limbus kornea disebut cekungan Herbert. Gambaran papil mulai berkurang.
R  Stadium IV, sembuh: suatu pembentukan parut yang sempurna pada konjungtiva tarsus superior hingga menyebabkan entropion dan trikiasis.

E.     Diagnosa Trakoma Ditegakkan Berdasarkan:
R  Gejala Klinik
Terdapat 2 dari 4 gejala yang khas:
1.      Adanya prefolikel di konjungtiva tarsalis superior
2.      Folikel di konjungtiva forniks superior dan limbus kornea 1/3 bagian atas
3.      Panus aktif si 1/3 atas limbus kornea
4.      Sikatrik berupa garis-garis atau bitang di konjungtiva palpebra atau fornik superior, herbet’s peripheral pit’s di 1/3 bagian atas
R  Kerokan Konjungtiva, yang dengan pewarnaan giemsa dapat ditemukan badan inklusi Halber staedter Prowazeki.
Diagnosa trakoma juga bisa ditegakkan dengan 1 gejala klinis khas dengan kerokan konjungtiva yang menghasilkan badan inklusi.
R  Biakan kerokan konjungtiva, di dalam kantung telur menghasilakan badan inklusi dan badan elementer dengan pewarnaan giemsa.
R  Tes serologik dengan:
1.      Tes fiksasi komplemen, untuk menunjukan adanya antibodi terhadap trakoma, dengan menggunakan antigen yang murni.
2.      Tes mikro imuno-fluoresen, untuk menetukan anticlamidial yang spesifik.

F.     Pengobatan
Tujuan pengobatan adalah untuk mendapatkan konjungtiva dalam keadaan licin dengan jaringan sikatrik yang minimal. Hal ini bisa dicapai bila pengobatan sedini mungkin. Pada pengobatan trakoma dibedakan menjadi:
R  Pengobatan perorangan, yang dianjurkan berupa pemberian:
1.      Pemakaian antibiotik tetrasiklin, aureomycin, achromycin berupa salep mata dengan konsentrasi 1% dapakai 3-4kali sehari, diulaskan pada konjungtiva forniks inferior, sedikitnya selama 2bulan.
2.      Sulfonamide, yang dapat diberikan lokal maupun sistemik dengan dosis 40-50mg/ kgBB yang diberikan selama seminggu, yang dihentkan seminggu kemudian diberikan lagi seminggu sampai 2bulan.
R  Pengobatan masal, prinsip pengobatan masal mencangkup:
1.      Pencarian kasus dan mengobatinya
2.      Pendidikan kesehatan pada masyarakat
3.      Merusak agen-agen vektor dan mengerjakan tindakan-tindakan sanitasi, sehingga lalat yang dapat menyebarkuaskan penyakit dapat diberantas

G.    Penyulit dan Gejala Sisa
R  Ulkus Kornea, karena adanya destruksi epitel kornea oleh infiltrasi trakoma.
R  Xerosis (kekeringan) konjungtiva dan epitel kornea, akibat adanya jaringan parut di kelenjar lakrimal dan duktus lakrimal sehingga konjungtiva dan kornea timbul epitel “plaques” yang berwarna abu-abu, di sebelah nasal dan temporal kornea.
R  Simblefaron, trikiasis, entropion, litiasis hal ini karena PTD yang dapat menimbulkan sensasi seolah-olah ada benda asing.

DAFTAR PUSTAKA
Ilyas Sidarta. 2005. Ilmu Penyakit mata. Edisi 3. FK UI. Jakarta
Vaughan, G. Daniel, et all. 2000. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Widya Medika. Jakarta
Wijana Nana, dr, S.D. 1993. Ilmu Penyakit Mata. Abadi Tegal. Jakarta

Senin, 13 Juni 2011

 
GLAUKOMA 
DEFINISI
Glaukoma adalah suatu neuropati diskus optikus yang ditandai oleh tekanan tinggi intra okular (IOP) yaitu di atas 21 mmHg, kerusakan serabut nervus optikus, kehilangan lapangan pandang secara progresif, dan dapat menyebabkan kebutaan secara permanen
 Glaukoma sekunder adalah peningkatan tekanan intraokular yang terjadi sebagai suatu manifestasi dari penyakit mata lain.
Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang disebabkan oleh penyakit mata lain atau faktor-faktor seperti inflamasi, trauma, perdarahan, tumor, obat-obatan, dan pengaruh fisik atau kimia.

 FISIOLOGI HUMOR AQUEOUS
Humor aqueous mengalir ke dalam bilik posterior kemudian masuk diantara permukaan posterior iris dan selanjutnya masuk ke bilik anterior. HA keluar dari bilik anterior melalui dua jalur, yaitu jalur konvensional (jalur trabekula) dan jalur uveosklera (jalur non trabekula). Jalur trabekula pada bilik anterior dibentuk oleh dasar iris dan kornea perifer, melewati trabekular meshwork (TM) dari sklera, masuk ke kanal schlemn (sekitar 30 saluran pengumpul dan 12 vena aqueous). Melalui kanal kolektor, HA dibawa ke pembuluh darah sklera dimana HA bercampur dengan darah. Pada jalur uveosklera, HA mengalir melalui korpus siliaris ke ruang supra arakhnoid dan masuk ke dalam sirkulasi pada vena.
                  


PATOFISIOLOGI GLAUKOMA
Glaukoma Sudut Tertutup
Humor aqueous melewati pupil ke bilik anterior. Selama permukaan posterior iris cenderung ke arah permukaan anterior lensa, HA tidak dapat melawan resistensi pupil (resistensi fisiologis pertama) sampai tekanannya cukup adekuat untuk mengngkat iris dari permukaan lensa. Aliran HA dari bilik posterior ke bilik anterior tidak secara kontinu tetapi secara pulsatil.
Patogenesis glaukoma sudut tertutup sekunder sama seperti glaukoma sudut tertutup primer. Peningkatan tekanan intraokular disebabkan oleh obstruksi dari trabekular meshwork. Namun, konfigurasi primer dari bilik anterior bukan marupakan faktor yang harus ada.
Glaukoma Sudut Terbuka
Trabekular meshwork merupakan resistensi fisiologis kedua. Trabekular meshwork adalah anyaman longgar seperti jaringan avaskular yang terletak di antara scleral spur dan Schwalbe’s line. Jika terjadi peningkatan resistensi pada tempat ini, akan terjadi glaukoma sudut terbuka.2
Pada glaukoma sudut terbuka sekunder, hubungan anatomis antara pangkal iris, trabekular meshwork, dan kornea perifer tidak terganggu. Namun, terjadi kongesti pada trabekular meshwork serta peningkatan resistensi drainase HA.



GLAUKOMA SEKUNDER
Glaukoma Pigmentasi
Sindroma depresi pigmen ditandai oleh pengendapan abnormal pigmen di bilik mata depan – terutama di anyaman trabekular, yang sesuai perkiraan akan mengganggu aliran keluar aqueous, dan di permukaan kornea posterior (Krukenberg’s spindle) – disertai defek transiluminasi iris.
Temuan klinis glaukoma pigmentasi dapat berupa: 4
§  Krukenberg’s spindle pada endotel kornea.
§  Nyeri.
§  Penurunan lapangan pandang setelah berolahraga atau saat pupil berdilatasi.
§  Degenerasi serabut saraf optik (miopia) yang berjalan secara progresif.

Glaukoma Pseudoeksfoliasi
Pada sindrom eksfoliasi terlihat endapan-endapan bahan berserat warna putih di permukaan anterior lensa ( berbeda dengan eksfoliasi kapsul lensa sejati akibat terpajan radiasi inframerah, yakni,”katarak glassblower”), di processus ciliares, zonula, permukaan posterior iris, melayang bebas di bilik mata depan, dan di anyaman trabekular (bersama dengan peningkatan pigmentasi).

Glaukoma Akibat Kelainan Lensa
a. Dislokasi Lensa
Lensa kristalina dapat mengalami dislokasi akibat trauma atau secara spontan, misalnya pada sindrom Marfan. Dislokasi anterior dapat menimbulkan sumbatan pada apertura pupil yang menyebabkan iris bombe dan penutupan sudut. Dislokasi posterior ke dalam vitreus juga berkaitan dengan glaukoma meskipun mekanismenya belum jelas. Hal ini mungkin disebabkan oleh kerusakan sudut pada waktu dislokasi traumatik.
b. Intumesensi Lensa
Lensa dapat menyerap cukup banyak cairan sewaktu mengalami perubahan-perubahan katarak sehingga ukurannya membesar secara bermakna. Lensa ini kemudian dapat melanggar batas bilik depan, menimbulkan sumbatan pupil dan pendesakan sudut, serta menyebabkan glaukoma sudut tertutup.
c. Glaukoma Fakolitik
Sebagian katarak stadium lanjut dapat mengalami kebocoran kapsul lensa anterior, dan memungkinkan protein-protein lensa yang mencair masuk ke dalam bilik mata depan. Terjadi reaksi peradangan di bilik mata depan, anyaman trabekular menjadi edema dan tersumbat oleh protein-protein lensa, dan menimbulkan peningkatan tekanan intraokular akut

Glaukoma Akibat Kelainan Traktus Uvealis
a. Uveitis
Anyaman trabekular dapat tersumbat oleh sel-sel radang dari bilik mata depan, disertai edema sekunder, atau kadang-kadang dapat terlibat dalam proses peradangan yang secara spesifik mengenai sel-sel trabekular (trabekulitis).
b. Tumor
Melanoma traktus uvealis dapat menimbulkan glaukoma akibat pergeseran corpus ciliare ke anterior yang menyebabkan penutupan-penutupan sekunder, meluas ke sudut pigmen, dan neovaskularisasi sudut. Biasaanya diperlukan enukleasi.
c. Pembengkakan Corpus Ciliare
Rotasi corpus ciliare ke depan, menyebabkan pergeseran diafragma iris-lensa ke anterior dan glaukoma sudut tertutup sekunder; rotasi ini juga dapat terjadi akibat bedah vitreoretina atau krioterapi retina, pada uveitis posterior, dan pada terapi topiramate.

Sindroma Iridokonea Endotel (ICE)
Kelainan idiopatik pada dewasa muda yang jarang ini biasanya unilateral dan bermanisfestasi sebagai kompensasi kornea, glaukoma, dan kelainan iris (corectopia dan polycoria).

Glaukoma Akibat Trauma
Darah bebas menyumbat anyaman trabekular, yang juga mengalami edema akibat cedera.
                Laserasi atau robek akibat kontusio pada segmen anterior sering disertai dengan hilangnya bilik mata depan. Apabila bilik mata tidak segera dibentuk kembali setelah cedera – baik secara spontan, dengan inkarserasi iris kedalam luka, atau secara bedah – akan terbentuk sinekia anterior perifer dan menyebabkan penutupan sudut yang ireversibel.

Glaukoma Setelah Tindakan Bedah Okular
a. Glaukoma Sumbatan Siliaris (Glaukoma Maligna)
Tindakan bedah pada mata yang menimbulkan peningkatan tekanan intraokular yang bermakna dan sudut sempit atau tertutup dapat menyebabkan glaukoma sumbatan siliaris. Segera setelah pembedahan, tekanan intraokular meningkat hebat dan lensa terdorong ke depan akibat penimbunan aqueous di dalam dan di belakang korpus vitreum. Pasien awalnya merasakan penglihatan jauh yang kabur, tetapi penglihatan dekatnya membaik. Ini diikuti dengan nyeri dan peradangan.1
               
b. Sinekia Anterior Perifer
Seperti halnya trauma pada segmen anterior, tindakan bedah yang menyebabkan mendatarnya bilik mata depan akan menimbulkan pembentukan sinekia anterior perifer

Glaukoma Neovaskular
Neovaskularisasi iris (rubeosis iridis) dan sudut bilik mata depan paling sering disebabkan oleh iskemia retina yang luas seperti yang terjadi pada retinopati diabetik stadium lanjut dan oklusi vena sentralis retina. Glaukoma mula-mula timbul akibat sumbatan sudut olah membran fibrovaskular, tetapi kontraksi membran selanjutnya menyebabkan penutupan sudut.

Glaukoma Akibat Peningkatan Tekanan Vena Episklera
Peningkatan tekanan vena episklera dapat berperan menimbulkan glaukoma pada sindrom Struge-Weber, yang juga terdapat anomali perkembangan sudut, dan fistula karotis-kavernosa, yang juga dapat menyebabkan neovaskularisasi sudut akibat skemia mata yang luas.

Glaukoma Akibat Steroid
Terkait  metabolisme giloksaminoglikan dan lipopolisakarida yang terbentuk pada penggunaan steroid topikal. Pembentukan ini berlangsung di trabekular meshwork dan menyumbat aliran HA.
Kupu itu cantik..
Kalau saja dia bisa terbang tinggi, pasti langit tak akan sepii..